close

Hari Konsumen Nasional, Pakar IPB University Bicara Tantangan Perlindungan Konsumen di Era Digital

Tanggal 20 April diperingati sebagai Hari Konsumen Nasional yang menandakan awal mula Indonesia menetapkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Nomor 8 tahun 1999, atau persisnya pada 20 April 1999. Artinya, telah 22 tahun Indonesia mengadopsi dan menerapkan undang-undang yang mengatur bagaimana hubungan antara pelaku usaha dan konsumen.

Namun, dalam kenyataannya, konsumen belum menjadi ‘raja’ seperti yang selama ini digaungkan. Masih banyak insiden yang melanggar hak-hak konsumen dilakukan oleh pelaku usaha. Yang lebih memprihatinkan adalah konsumen sendiri tidak sadar kalau haknya dilanggar.

Di sisi lain, pelaku usaha masih banyak yang kurang bertanggung jawab dan memanfaatkan ketidaktahuan konsumen atas haknya. Pemerintah juga belum optimal dalam membuat kebijakan dan regulasi yang berpihak pada konsumen serta pengawasannya.

Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) Indonesia yang masih rendah menjadi cerminan dari masih lemahnya perlindungan konsumen di Indonesia. Pada tahun 2020, IKK Indonesia baru mencapai 49.07 dari skala 0-100, yang lebih rendah dibandingkan indeks Uni Eropa tahun 2011 yang telah mencapai 51.31, Malaysia tahun 2013 mencapai 56.9 dan Korea Selatan tahun 2018 yang telah mencapai 65.5.

Baca Juga :  Digitalisasi Pengelolaan Sampah, ITS Gagas Aplikasi Bank Sampah

“Tentunya PR (Pekerjaan Rumah) besar bagi pemerintah dan lembaga-lembaga perlindungan konsumen di Indonesia untuk lebih dapat memberdayakan konsumen. Konsumen yang berdaya adalah konsumen sejahtera. Kelompok konsumen ini akan lebih yakin bertransaksi dengan pelaku usaha dan akan cenderung membeli lebih banyak, sehingga akan menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujar Dr Megawati Simanjuntak, Dosen IPB University dari Departemen ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia.

Menurutnya, tantangan perlindungan konsumen saat ini semakin kompleks dengan perekonomian dunia yang terintegrasi dan teknologi informasi yang semakin maju. Konsumen di seluruh dunia mengalami perubahan yang cepat dimana transformasi digital memberikan teknologi baru, model bisnis, transaksi, serta beragam barang dan jasa yang inovatif. Transaksi barang lintas negara makin tinggi atau bahkan sudah tidak mengenal batas (borderless).

Konsumen akan semakin bebas memiliki barang sesuai pilihannya, namun asimetri informasi antara konsumen dan pelaku usaha akan berdampak negatif pada konsumen. Kompleksitas lingkungan online yang semakin tinggi, membuat konsumen makin rentan terhadap berbagai risiko yang dapat memengaruhi kemampuan konsumen untuk berpartisipasi efektif dalam transformasi digital.  

Baca Juga :  Doktor Muda PMDSU, Talenta Emas Indonesia di Bidang Riset dan Inovasi

“Tranformasi digital yang cepat menuntut penyesuaian kebijakan terkait dengan perlindungan konsumen. Untuk itu, pemerintah harus memperkuat kepercayaan konsumen dalam bertransaksi melalui sistem elektronik (e-commerce) melalui kebijakan dan regulasi yang berpihak pada kepentingan konsumen. Selain itu, untuk mempercepat penyelesaian sengketa jika ada masalah antara konsumen dan pelaku usaha termasuk untuk transaksi lintas negara, pemerintah perlu segera mengembangkan Online Dispute Resolution (ODR),” ujarnya.

Terakhir, Undang-Undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999 yang telah berusia 22 tahun dan pada tanggal 20 April ini diperingati penetapannya sebagai hari konsumen, perlu segera diamandemen agar dapat menyesuaikan dengan perubahan model transaksi perdagangan yang berkembang dan berlangsung secara dinamis. Selamat Hari Konsumen Nasional, Konsumen Berdaya, Pulihkan Ekonomi Bangsa. (**/Zul)