Temukan Teori Gempa Bumi Baru, Dosen ITS Publikasi di Jurnal Internasional Bergengsi
Dosen Departemen Teknik Geofisika ITS, Kadek Hendrawan Palgunadi ST MSc PhD (kanan) bersama dengan salah satu Profesor pembimbingnya ketika menempuh studi di King Abdullah University of Science and Technology (KAUST)
Kampus ITS, ITS News — Kabar membanggakan kembali datang dari dosen Departemen Teknik Geofisika (DTG) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kadek Hendrawan Palgunadi ST MSc PhD berhasil memublikasikan hasil risetnya pada jurnal internasional bergengsi. Artikel riset atas temuan teori baru mengenai kegempaan ini dipublikasikan pada platform Science dengan impact factor 47.
Kadek menjadi salah satu penulis dari artikel berjudul Fault Size–Dependent Fracture Energy Explains Multiscale Seismicity and Cascading Earthquakes. Science sendiri merupakan jurnal akademik yang berfokus pada hasil asli penelitian yang seringkali berkaitan dengan keterbaruan keilmuan. Sebagai tambahan informasi, hanya sekitar kurang dari tujuh persen artikel peneliti dari seluruh dunia yang dapat diterima di platform ini.
Bersama dengan tiga peneliti lainnya, Kadek mengungkap temuannya mengenai sebuah teori yang menunjukkan bahwa perilaku gempa bumi kecil dan besar tidaklah mengikuti aturan yag sama. Lewat temuannya ini, Kadek menuturkan bahwa peristiwa gempa bumi dapat diamati sejak awal terjadi hingga menunjukkan peristiwa seismik yang besar. “Hal itulah yang nantinya dapat membantu kita dalam kesiapsiagaan bencana,” tuturnya.
Sebagaimana yang terdapat pada penelitian terdahulu yang diyakini bahwa berbagai ukuran gempa bumi mengikuti proses dasar dan fisika yang sama. Namun, dalam penelitiannya ini, Kadek menemukan bahwa getaran kecil pada gempa pasti berperilaku berbeda dari gempa bumi besar. “Pernyataan tersebut didukung oleh penemuan model matematika baru dan simulasi numerik terkait fisika gempa bumi yang kami kembangkan,” ungkap dosen berkacamata ini.
Tak hanya itu, melalui teori gempa bumi baru ini juga diharapkan dapat membantu para seismolog memahami apa yang terjadi pada patahan atau sesar lempeng bumi ketika tekanan terakumulasi dalam skala waktu tertentu dari gempa bumi. Terlebih lagi di Indonesia yang kota besarnya banyak dilalui patahan yang berpotensi menimbulkan gempa besar, seperti Semarang, Surabaya, Bandung, dan Jakarta.
Adapun, menanggapi soal capaiannya ini, Kadek mengaku sangat bangga. Baginya, capaiannya ini dapat dijadikan momentum untuk menaikkan kompetisi riset di Indonesia. Terlebih, menurutnya, saat ini terdapat tren riset di negara-negara berkembang yang hanya berfokus pada kuantitas bukan kualitas. “Semoga kami bisa kembali memublikasikan artikel di platform bergengsi lainnya sehingga dapat mengharumkan nama ITS dan Indonesia,” pungkasnya. (HUMAS ITS)