close

Tingkatkan Navigasi, Profesor ITS Integrasikan GNSS dengan Berbagai Aspek

Prof Mokhamad Nur Cahyadi ST MSc PhD sedang memaparkan orasi ilmiahnya berjudul Multi Aspek Teknologi Satelit Sistem Satelit Navigasi Global (GNSS) untuk Kemajuan dan Kemandirian Bangsa

Kampus ITS, ITS News – Kemajuan teknologi di bidang Global Navigation Satellite System (GNSS) telah menjadi kunci yang memungkinkan navigasi perjalanan jarak jauh. Mendalami hal ini, riset yang dilakukan oleh Guru Besar (Gubes) ke-183 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Mokhamad Nur Cahyadi ST MSc PhD mendalami potensi peningkatan performa GNSS melalui integrasi dengan teknologi lain.

Dosen Departemen Teknik Geomatika yang akrab dipanggil Nur ini telah menemukan potensi untuk mempertajam kemampuan navigasi GNSS melalui integrasi dengan Inertial Measurement Unit (IMU). Yakni sebuah perangkat elektronik yang mengukur gaya, laju sudut, dan orientasi sebuah objek. IMU bekerja dengan cara mendeteksi akselerasi linear menggunakan akselerometer dan laju rotasi menggunakan giroskop.

Tampilan proses mobile mapping menggunakan integrasi antara GNSS, LiDAR, dan kamera Azure Kinect sebagai salah satu yang digagas oleh Prof Mokhamad Nur Cahyadi ST MSc PhD

Memanfaatkan kapal nirawak Intelligent Boat (i-Boat) yang dikembangkan oleh Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRPM) ITS sebagai platform pengujian, Nur melakukan integrasi GNSS dengan IMU menggunakan jenis fusi sensor loosely coupled integration. “Pada umumnya, teknologi satellite positioning hanya bersifat satu aspek, tetapi kami mengintegrasikannya dengan berbagai aspek untuk kapal tanpa awak,” ujarnya.

Baca Juga :  Mahasiswa ITS Gagas EvolveGo, Solusi Kota Cerdas Terintegrasi

Berkat fusi tersebut, menurut Guru Besar bidang Ilmu Sistem Navigasi Satelit Global ini, didapatkan peningkatan akurasi posisi mencapai 99,04 persen sehingga lokasi kapal dapat ditentukan sampai dengan tingkat akurasi 0,025 meter. Tingkat akurasi setinggi itu diperlukan untuk sebuah kapal tak berawak semacam ini guna menghindari halangan dan bergerak secara otonom.

Integrasi antara GNSS dengan LiDAR dan IMU yang dipasang pada sebuah drone yang sedang dalam proses pengembangan

Tidak terbatas pada IMU, GNSS dapat diintegrasikan dengan teknologi seperti Light Detection and Ranging (LiDAR). Berbeda dari IMU sebelumnya, LiDAR mengukur jarak ke sebuah benda dengan cara memancarkan sinar laser dan kemudian mengukur waktu yang dibutuhkan sinar tersebut untuk kembali setelah mengenai permukaan objek.

“Perpaduan antara kedua teknologi ini beserta kamera Azure Kinect, memungkinkan sebuah proses bernama mobile mapping yang digunakan untuk pemetaan lahan dan identifikasi perubahan penggunaan lahan dan bangunan,” papar dosen kelahiran Blitar, 23 Desember 1981 tersebut.

Guru Besar Departemen Teknik Geomatika ITS Prof Mokhamad Nur Cahyadi ST MSc PhD saat membuka sebuah kegiatan

Dikembangkan sejak tahun 2018 dalam sebuah kolaborasi antara Departemen Teknik Geomatika ITS beserta DRPM ITS, penelitian ini telah melahirkan sebuah produk inovasi berupa alat Low-Cost GNSS Smart Geo-PD. Alat ini yang telah mendapatkan hak paten tersendiri digunakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surya Sembada Surabaya guna memetakan posisi meteran air (geo-tagging) dari konsumen PDAM.

Baca Juga :  Wali Kota Surabaya Serukan Semangat Berkontribusi kepada Calon Wisudawan ITS

Selain untuk navigasi dan mobile mapping, Nur menjelaskan bahwa teknologi GNSS ini dapat dikembangkan untuk memberikan peringatan dini terhadap bencana gempa dan tsunami. Sesaat sebelum bencana tersebut terjadi, umumnya terdapat pelepasan energi berupa gelombang akustik dari permukaan bumi menuju lapisan atmosfer. Kejadian ini dinamakan sebagai gangguan ionosfer.

Ketua Dewan Profesor ITS Prof Dr Ir Imam Robandi MT (kiri) menyerahkan sertifikat pengukuhan Profesor ke-183 ITS kepada Prof Mokhamad Nur Cahyadi ST MSc PhD

Pusat gempa memancarkan tiga jenis gelombang, yakni gelombang Rayleigh, gelombang akustik, dan gelombang internal gravitasi. Melihat dari kasus gempa Palu yang terjadi pada tahun 2016, gangguan ionosfer dapat terdeteksi sekitar 13 menit setelah awal gempa. Tetapi tsunami terjadi sekitar 20 – 35 menit setelah gempa. “Hal ini memberikan waktu singkat untuk mengevakuasi masyarakat sebelum tsunami melandai ke arah pesisir pantai,” imbuh mantan Kepala Departemen Teknik Geomatika ITS ini.

Secara keseluruhan, penelitian ini telah menghasilkan delapan hak paten, dua merek dagang, satu desain industri, dan sembilan hak cipta. Seiring berjalannya waktu, Nur berharap dapat melakukan peningkatan berkelanjutan dan bahkan meluncurkan produk inovasi baru. “Kalau kita hilirisasikan ke perusahaan atau masyarakat, pasti ada masukan, saran, dan keluhan, serta inovasinya tidak akan pernah berhenti,” simpulnya. (HUMAS ITS)