Usia 60 Tahun, Haryanto jadi Wisudawan Tertua di Wisuda ITS ke-122
Usia lanjut tidak menjadi halangan bagi seseorang untuk bisa menyelesaikan jenjang pendidikan hingga strata tertinggi. Itulah yang dibuktikan oleh Haryanto yang berhasil menuntaskan studi doktoralnya (S3) di Departemen Teknik Sistem dan Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di usia yang mencapai 60 tahun 11 bulan.
Berkat tekad belajarnya yang kuat, lelaki yang akrab disapa Har ini dinobatkan sebagai wisudawan tertua pada Wisuda ITS ke-122. Har akan diwisuda pada sesi pertama yang dilaksanakan secara daring, Sabtu (17/10).
Har mengungkapkan bahwa motivasinya dalam menuntut ilmu hingga ke tahap ini bermula dari hobinya dalam belajar. Sejak menempuh program sarjana (S1) di Departemen Fisika ITS, lelaki berkacamata ini sudah menunjukkan antusiasme lebih dalam menimba ilmu. Hal ini ia buktikan dari banyaknya waktu senggang yang dimanfaatkan untuk membaca buku. “Jadi sejak dulu saya gemar mendalami teori yang didapat ketika kuliah,” tutur lelaki asal Mataram ini.
Setelah menyelesaikan studi S1-nya tahun 1984 silam, Har memilih menjadi dosen agar ia mendapatkan kesempatan untuk belajar lebih lanjut. Berbuah manis, mahasiswa angkatan pertama Departemen Fisika ITS ini akhirnya melanjutkan studi dengan banting setir ke bidang industri. “Selama dua tahun hingga 2005, saya fokus mempelajari manajemen operasional di Departemen Teknik Industri ITS,” tutur bapak kelahiran 1959 ini.
Dalam hidupnya, Har berprinsip bahwa belajar itu harus terus dilakukan sepanjang hayat. Tidak sekadar belajar, namun juga mengerjakannya dengan hati ikhlas dan riang gembira. Meskipun harus menggelontorkan uang demi melanjutkan studi, ia menganggap bahwa ini adalah bagian dari investasi untuk dirinya. “Memang tidak mudah mencapai gelar tersebut, tetapi saya mendapatkan banyak manfaat darinya,” ujar dosen Teknik Industri Universitas Surabaya (Ubaya) ini.
Har menceritakan, perjalanan kuliahnya dalam rentang waktu 20 tahun ini menyadarkannya atas dinamika yang dihadapi mahasiswa di setiap zaman. Dahulu, mahasiswa harus bersusah payah mencari materi kuliah di perpustakaan dan mengerjakan tugas dengan bermodal mesin ketik. Kini, selain akses materi kuliah yang mudah diakses di internet, pengerjaan tugas pun dapat dilakukan lewat komputer. “Saya juga jadi merasakan nuansa perkuliahan daring di kala pandemi,” imbuhnya.
Pasca meraih gelar doktornya dengan predikat sangat memuaskan, Har merasa tanggungannya menjadi lebih ringan. Ia merasa banyak pengetahuan anyar yang diperoleh dan harus ia sampaikan kepada khalayak luas. Oleh karenanya, selain lewat ruang kuliah, ia bertekad untuk menyalurkan ilmunya melalui tulisan. “Buah pikiran yang melekat di otak ini harus saya ekspresikan untuk memberikan manfaat bagi orang banyak,” tegasnya bersemangat.
Doktor baru ini berpesan, mahasiswa harus antusias dalam menimba ilmu. Kini, fasilitas penunjang perkuliahan sudah jauh lebih baik dibandingkan dahulu. Mahasiswa hanya perlu mengatur waktu agar durasi belajar maksimal. “Kuncinya utamanya ialah tekun dan menjaga suasana hati agar tetap gembira,” pesannya.
Untuk menyelesaikan program doktoralnya itu, Har mengangkat disertasi berjudul Sistem Hubungan Industrial Berkelanjutan: Suatu Skenario Alternatif Redistribusi Nilai Tambah Industri pada Konteks Indonesia. Di sana, ia menjabarkan eksplorasi pemahaman hubungan industrial melalui tiga tahap.
Pertama ialah eksplorasi awal menyangkut hubungan antara pekerja, pemberi kerja, serta pemerintah. Selanjutnya ialah eksplorasi epistemologi dan metodologisnya. “Terakhir terkait kemanfaatan sistem hubungan industrial berkelanjutan dikaitkan dengan realitas ketimpangan penghasilan,” jelasnya. (dik/HUMAS ITS)