close

Usir Hama, Tim KKN Abmas ITS Rancang Alat Berbasis Solar Cell

Angger Dzaky Hanif, salah satu anggota tim KKN Abmas menunjukkan alat pembasmi hama otomatis berbasis solar cell yang dirancang timnya
Angger Dzaky Hanif, salah satu anggota tim KKN Abmas ITS menunjukkan alat pembasmi hama otomatis berbasis solar cell yang dirancang timnya

Kampus ITS, ITS News – Maraknya serangan hama mengakibatkan penurunan produksi pertanian dan membuat para petani mengalami banyak kerugian, salah satunya di Desa Pranggang, Plosoklaten, Kediri. Berawal dari permasalahan tersebut, tim dosen dan mahasiswa Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang tergabung dalam tim Kuliah Kerja Nyata dan Pengabdian kepada Masyarakat (KKN Abmas) mengembangkan alat pembasmi hama otomatis berbasis solar cell atau tenaga surya.

Angger Dzaky Hanif, salah satu mahasiswa yang tergabung dalam tim ini mengungkapkan bahwa penggunaan pestisida sudah tak lagi menjadi solusi tepat untuk mengendalikan hama. Selain karena berpotensi meningkatkan populasi hama, penggunaan pestisida juga perlu ditekan demi ekosistem yang stabil. “Untuk itu, kami mencoba membuat sebuah alat yang ramah lingkungan dan berguna dalam memperbaiki kualitas panen,” ujar Angger.

Tim KKN Abmas ITS bersama beberapa warga desa saat mengoperasikan alat inovasinya
Tim KKN Abmas ITS bersama beberapa warga desa saat mengoperasikan alat inovasinya

Berbeda dari alat lain yang pembangkitnya berasal dari batu bara dan diesel, sambung Angger, alat ini merupakan sistem energi terbarukan yang dapat menyuplai energi bersih. Untuk itu, alat ini tidak akan menghasilkan gas karbondioksida dalam prosesnya. “Di samping itu, alat ini terdiri dari sensor cahaya, jaring listrik, pengusir tikus, dan panel surya sebagai sumber energi ramah lingkungannya,” terangnya.

Baca Juga :  Mahasiswa Unpad Buat Tablet Pemurni Minyak Jelantah

Panel surya tersebut, lanjutnya, didapat dari konversi energi matahari menjadi energi listrik. Sedangkan sistem sensor cahaya digunakan agar alat dapat tetap bekerja secara otomatis saat malam hari. Berbeda dari alat pembasmi hama di pasaran, alat ini menggunakan net (jaring) listrik yang dilengkapi dengan penggabungan sinar ultraviolet (UV) dan gelombang ultrasonik yang dapat mengurangi hama tanpa merusak ekosistem.

Tim KKN Abmas ITS saat melakukan survei kegiatan di lokasi desa
Tim KKN Abmas ITS saat melakukan survei kegiatan di lokasi desa

Sinar UV digunakan untuk membuat serangga dan hama tertarik mendekati net dan mati saat menyentuhnya. Sedangkan gelombang ultrasonik digunakan untuk mendeteksi dan mengusir tikus di radius 120 meter. “Secara keseluruhan, alat ini memiliki dimensi 100 cm x 60 cm x 240 cm,” rinci mahasiswa kelahiran Kediri, 20 Juli 2000 tersebut.

Menyoal keamanan, Angger dan tim telah menyiapkannya sejak awal dengan melapisi net listrik tersebut dengan pelindung akrilik. Jadi, meskipun terpapar hujan dan tersentuh oleh warga, mereka tidak akan tersengat aliran listrik. “Selain itu, kami juga menambahkan jaring untuk mengamankan alat tersebut dari jangkauan anak-anak,” jelasnya.

Baca Juga :  Dirjen Dikti: Semangat Gotong Royong dan Adaptasi Teknologi di Masa Pandemi Harus Dipertahankan dan Ditingkatkan

Berlangsung selama tiga bulan sejak Juli lalu, tim KKN Abmas ITS ini akhirnya berhasil membuat tiga alat pembasmi hama dan telah dihibahkan serta disebar ke beberapa titik yang sudah ditentukan pihak desa. “Jauh sebelum merancang alat, tentu kami perlu melakukan survei terlebih dulu dengan mendatangi mitra untuk berkonsultasi dan meminta persetujuan,” tuturnya.

Sosialisasi alat oleh tim KKN Abmas ITS kepada warga Desa Pranggang, Plosoklaten, Kediri
Sosialisasi alat oleh tim KKN Abmas ITS kepada warga Desa Pranggang, Plosoklaten, Kediri

Berdasarkan keterangan Angger, warga Desa Pranggang menyambut positif kehadiran alat tersebut. Mereka berharap alat tersebut dapat terus bekerja dengan baik dan dapat terus dipindah tempatkan agar petani yang lain dapat merasakan manfaatnya. “Alat ini juga memberikan kabar baik bagi petani sawah di sana yang sempat beralih profesi menjadi petani koi karena kuwalahan mengatasi hama,” tambahnya.

Terdiri dari tiga dosen dan 16 mahasiswa, kegiatan ini berlangsung secara hybrid mengingat kasus Covid-19 yang masih tinggi. Ke depan, Angger berharap alat ini terus digunakan dan dapat dirasakan manfaatnya secara bergantian mengingat alat ini didesain secara portable. “Kami juga berharap alat yang telah kami kembangkan dijaga sebaik-baiknya oleh para petani di sana,” pungkasnya berpesan. (HUMAS ITS)