close

Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan IPB University Bicara Kunci Kebangkitan Pendidikan Vokasi di Tengah Pandemi

Kurangnya informasi mengenai berbagai macam jenjang pendidikan perguruan tinggi, membuat pendidikan sekolah vokasi menjadi samar di masyarakat. Ini menjadi tantangan bagi penyelenggara pendidikan vokasi. Di samping bagaimana menyiapkan lulusan yang siap memenuhi kebutuhan industri.
Wikan Sakarinto, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi mengatakan pendidikan vokasi hari ini harus link and match dengan industri.

Setidaknya terdapat lima kriteria menurutnya, pertama kurikulum harus disusun bersama industri. Kedua, jumlah guru atau dosen tamu dari industri harus tinggi. Ketiga, sertifikasi kompetensi. Keempat, magang minimal satu semester, baik dilakukan mahasiswa maupun dosen. Dan kelima, pembelajaran berbasis projek.

“Ini untuk semuanya (penyelenggara pendidikan vokasi), untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Perguruan Tinggi Vokasi, termasuk lembaga kursus dan pelatihan juga harus link and match,” terangnya.

Dr Drajat Martianto, Wakil Rektor IPB University bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan mengungkapkan, beberapa program studi yang diselenggarakan Sekolah Vokasi IPB University sudah bekerjasama dengan industri. Mulai dari penyusunan kurikulum hingga perekrutan mahasiswa. Dimana 100 persen lulusannya langsung diserap oleh industri yang merekrut.

Baca Juga :  Bangun Ekosistem Wirausaha melalui Pendekatan Multistakeholder

“IPB University punya 17 program studi vokasi. Sekolah Vokasi merupakan salah satu program pendidikan yang harus kita kuatkan ke depan supaya mengurangi pengangguran. Tentu yang paling penting adalah menciptakan Sumber daya Manusia (SDM) unggul. SDM yang tahu betul bukan hanya teori, tapi sejak awal dia sudah dirancang untuk bisa praktik,” tuturnya.

Dr Drajat mencontohkan kasus di Eropa yang menerapkan pendidikan vokasi sebagai program utama dalam pendidikannya ternyata menunjukkan tingkat pengangguran rendah. Jerman dan Swiss misalnya. Karenanya pendidikan vokasi hari ini perlu dikuatkan.
Selain persoalan kurikulum yang harus link and match dengan industri, perbaikan sarana dan fasilitas pembelajaran juga dinilainya penting. Jangan sampai sarana yang dipelajari di sekolah atau perguruan tinggi, sudah tidak digunakan industri.

“Yang kami lakukan selama ini adalah mencoba mendatangkan industri ke dalam kampus. Dengan membuat teaching factory. Misalnya untuk program studi peternakan, kita bekerja sama dengan perusahaan multinasional. Kita bangun industri peternakan di kampus dengan adanya closed house di Kampus IPB Sukabumi,” terang Dr Drajat.

Baca Juga :  Lewat Gerakan Sosial, Mahasiswa ITS Raih Beasiswa YSEALI AFP Amerika Serikat

Dengan demikian, industri bisa terlibat untuk melakukan supervisi dan mendidik mahasiswa secara langsung. Mahasiswa juga betul-betul mendapatkan ilmu dari orang-orang industri yang tentunya sudah berpengalaman selama puluhan tahun.

Hal lain yang juga penting, lanjut Dr Drajat, adalah bagaimana menciptakan lulusan vokasi menjadi seorang powerfull agile learner. Ia menyadari bahwa proses pembelajaran di vokasi akan menghasilkan lulusan yang memiliki hard skill yang kuat. Karenanya kebutuhan soft skill mahasiswa juga harus menjadi perhatian perguruan tinggi.

“Kita ingin membangun tandem antara softskill dan hardskill. IPB University sejak awal mahasiswa ada talent mapping. Selain itu juga kita lakukan pelatihan seven habits. Sehingga dengan begitu, mahasiswa vokasi meskipun condong hardskill, juga diperkuat softskill agar mereka juga bisa menduduki posisi puncak di industri,” ujarnya. (Rz/Zul)