BATU BATA DARI LIMBAH AMPAS TEBU

Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera menyimpan kerawanan tersendiri terutama terhadap ancaman gempa bumi. Hal itu karena posisi wilayah Indonesia yang berada pada jalur cincin api dunia (ring of fire). Untuk itu diperlukan bahan bangunan tahan gempa. Sekelompok mahasiswa Fakultas MIPA UNY membuat batu bata tahan gempa dari bahan yang tidak terpakai yaitu ampas tebu limbah pabrik gula Madukismo Bantul Yogyakarta. Mereka adalah Rania Nova Dechandra prodi matematika, Siti Vera Lestari dan Wahyuni Eka Maryati prodi pendidikan matematika. Menurut Rania Nova Dechandra mereka memilih abu ampas tebu sebagai bahan batu bata tahan gempa karena selain jumlahnya yang cukup melimpah, AAT dipilih sebagai bahan pembuatan batu bata karena mengandung SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, K2O, Na2O, MgO, dan P2O5 yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pengganti semen. “Abu ampas tebu ini banyak mengandung senyawa silika (SiO2) yang dapat bereaksi dengan Ca(OH)2 yang dihasilkan dari reaksi pencampuran semen dan air sehingga dapat menghasilkan zat perekat seperti semen” katanya.

Persentase kandungan senyawa di dalam abu ampas tebu sebelum dilakukan pembakaran adalah  53 % SiO, 4,3 % Al2O3, 7,5 % Fe2O3, 6,6% CaO, dan 28,6 % lain-lain. Sedangkan, setelah dilakukan pembakaran abu ampas tebu pada suhu 600 ° C selama 2 jam, didapatkan hasil bahwa abu ampas tebu mengandung 71% SiO2, 2,5% Al2O3, 8,2% Fe2O3, 3,6%CaO , dan 14,7% lain-lain. Menurut ASTM (American Standart for Testing Material), kandungan silika harus memenuhi syarat diatas 70 % sehingga dapat disimpulkan bahwa abu ampas tebu setelah pembakaran paling memenuhi syarat sebagai bahan bangunan. Siti Vera Lestari menambahkan dalam pembuatan batu bata tahan gempa dan ramah lingkungan tersebut, mereka menggunakan bentuk segienam atau heksagonal karena secara matematika bentuk heksagonal memerlukan lahan lebih hemat 13 persen dan menghasilkan populasi lebih banyak sekitar 15 persen dibanding bentuk segiempat. “Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa bentuk heksagonal memberikan hasil yang lebih baik dibanding bentuk segiempat” kata Siti “Bentuk segienam yang disusun bersama-sama mempunyai tingkat kerekatan yang lebih tinggi”. Hal ini disebabkan oleh simetri putar segienam yang berjumlah enam buah.

Baca Juga :  Mahasiswa IPB University Mendapat Insight Terkait Konsep Bio-Village Sebagai Aksi Konservasi Terintegrasi Lahan Gambut

Wahyuni Eka Maryati menjelaskan, bahan yang diperlukan pada penelitian ini adalah abu ampas tebu, tanah liat, kayu bakar, jerami, minyak tanah dan air. Sedangkan alat yang diperlukan adalah tungku pembakaran, ember, pengaduk, cetakan segienam, sarung tangan dan masker. Cara membuatnya, pertama kali ampas tebu dibakar, lalu mencampur abu ampas tebu dan tanah liat dengan perbandingan 0%, 5%, 10%, dan 15%. Cetak adonan tanah liat dan abu ampas tebu dengan cetakan segienam. Bata lalu dibakar selama 1-2 hari, dinginkan dan batu bata siap diuji. Hasil uji batu bata segienam di Laboratorium Bahan Bangunan FT dan Laboratorium FMIPA UNY menunjukkan bahwa kadar abu ampas tebu pada batu bata segienam yang paling optimal sebesar 5% karena mempunyai kuat tekan tertinggi dan beban maksimal yaitu sebesar 3,43 MPa dan 22,69 N. Selain itu, porositas dan daya serap air batu bata segienam dengan kadar abu ampas tebu 5% juga relatif sama dengan batu bata segienam dengan kadar abu ampas tebu 0% yaitu sebesar 37,80% dan 18,78%. Kadar abu ampas tebu 5% dipilih karena pada bata kuat tekan merupakan unsur utama yang menentukan kelayakan bata tersebut sebagai material bahan bangunan. Karya ini berhasil meraih dana penelitian dari Fakultas MIPA UNY.

Baca Juga :  Mahasiswa ITS Inovasikan Alternatif Deteksi COPD melalui Cairan Ludah