close

DIREKTUR RSUI LAKUKAN RISET PERTAMA DI INDONESIA TERKAIT RESISTENSI OBAT KLOPIDOGREL

Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) mengadakan sidang promosi doktor atas nama dr. Astuti Giantini, Sp.PK, MPH., Direktur Utama Rumah Sakit UI (RSUI), pada Senin (14/6). Ia menyampaikan disertasi berjudul “Peran Faktor Genetik dan Epigenetik Terkait Resistensi Klopidogrel terhadap Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien Sindrom Koroner Akut Pasca Intervensi Koroner Perkutan.” Riset tentang resistensi klopidogrel yang dilakukannya merupakan yang pertama kali di Indonesia. Klopidogrel adalah obat yang digunakan untuk membantu mencegah serangan jantung dan stroke pada pasien penyakit jantung.

Sidang Promosi Doktor ini diketuai oleh Prof. Dr. dr. Suhendro, Sp.PD- KPTI  dengan promotor Dr. dr. Ina Susianti Timan, Sp.PK(K), MARS, ko-promotor Prof. dr. Rahajuningsih Dharma, DSc, Sp.PK(K), dan dr. Renan Sukmawan, ST, Sp.JP(K), PhD., MARS. Tim penguji terdiri dari lima orang, yaitu Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, Sp.FK., Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, Sp.PD-KKV., dr. Alida R. Harahap, Sp.PK(K), Ph.D., Dr. dra. Erlin Listyaningsih, M.Kes., dan Dr. dr. Lia Gardenia Partakusuma, Sp.PK(K), MM, M.A.R.S.

Baca Juga :  Bantu Penanganan Pasien Covid-19, Mahasiswa ITS Konversikan Kapal Perintis Semi Rumah Sakit

Pada sidang tersebut, dr. Astuti memaparkan tentang faktor-faktor pembentuk resistensi klopidogrel pada pasien yang telah melakukan Intervensi Koroner Perkutan (IKP). IKP adalah tahap kateterisasi jantung, yaitu penyisipan selang kateter ke dalam arteri koroner jantung. Menurutnya, salah satu faktor utama yang memengaruhi kejadian serangan jantung pada diri seseorang adalah jumlah leukosit (sel darah putih). Leukosit dapat dianggap sebagai penanda inflamasi (peradangan) pada kondisi kesehatan jantung seorang individu. Jumlah leukosit yang tinggi dapat berakibat pada penurunan respons terhadap upaya terapi pengencer darah seperti klopidogrel, penurunan aliran darah ke jantung, pengentalan darah, dan penurunan fungsi jantung.

Selain itu, rokok merupakan salah satu faktor pembentuk resistensi klopidogrel. Rokok memicu peningkatan kerja isoenzim pada diri seseorang, sehingga resistensi klopidogrel lebih tinggi pada kelompok tidak merokok dibandingkan dengan kelompok perokok. Meskipun demikian, resistensi klopidogrel dan penyebab terjadinya serangan jantung ini tidak bisa diidentifikasi disebabkan oleh satu faktor saja. Banyak faktor lain yang mempengaruhi, seperti faktor interaksi obat, dosis obat, kepatuhan pengobatan, dan faktor-faktor internal dan eksternal lainnya.

Baca Juga :  Universitas Jember dan PDGI Pengwil Jatim Gandeng Berbagai Pihak Atasi Stunting di Jember

Dalam melakukan penelitian ini, Astuti menggunakan metode penelitian potong lintang, yaitu jenis penelitian yang mengamati data-data populasi atau sampel satu kali saja pada saat yang sama. Ia melakukan penelitian terhadap 200 pasien pasca IKP di Poliklinik Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) pada periode September 2018 – Juni 2020.

Ia berharap penelitiannya ini dapat menjadi masukan yang berharga dalam membentuk pola pelayanan pasien pada rumah sakit-rumah sakit jantung di Indonesia. “Pengetahuan mengenai hubungan langsung antara faktor genetik dan epigenetik terkait resistensi klopidogrel pada pasien serangan jantung pasca IKP menjadi penting untuk mengurangi kematian dan kesakitan lebih lanjut,” ujar dr. Astuti. Ia mengusulkan penggantian jenis obat klopidogrel menjadi jenis obat prasugrel atau tikagrelor pada pasien yang berisiko tinggi maupun yang sudah mengalami resistensi klopidogrel.