close

ForTi untuk Pendidikan dan Pemberdayaan Perempuan Indonesia

ForTi (ForMIND Institute) mempersembahkan Webinar dengan mengangkat tema “Kalau Besar Mau jadi Apa?” Pentingnya Pendidikan untuk Perempuan Indonesia, Sabtu (15/8). Organisasi profesional ini berfokus pada peningkatan dan pengembangan riset, pemberdayaan masyarakat dan pendidikan yang berkualitas tinggi.

Acara yang dimoderatori oleh Annisa Yudhoyono selaku Co-Founder Tunggadewi Foundation ini merupakan puncak dari lomba essay yang diikuti oleh siswi di berbagai daerah Indonesia. ForTi beranggapan bahwa cita-cita adalah impian yang seharusnya dimiliki oleh semua insan. Cita-cita generasi muda merupakan sumber investasi yang harus terus didorong. Sehingga, yang menjadi poin dalam lomba essay ini adalah cita-cita apakah yang ingin peserta capai.

Lomba essay kemudian berhasil diikuti oleh 246 orang peserta dengan hasil akhir dimenangkan oleh Zhey Nabila Datu Bintoen dari SMA Sekolah Anak Indonesia sebagai juara pertama. Hal ini membuktikan bahwa perempuan Indonesia juga memiliki kreativitas dan daya saing yang tinggi. Selain mengadakan lomba, sebelumnya ForTi juga aktif melakukan seminar, seperti di IPB Bogor, UGM Yogyakarta, dan ITB Bandung.

Baca Juga :  Mahasiswa Program Studi Tata Kelola Seni Menjadi Kurator Pameran Arsip & Memorabilia Teinuk Riefki

Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Nizam, menjelaskan bahwa persentase mahasiswi di Indonesia lebih besar dibanding laki-laki. Perempuan dapat menjadi banyak hal untuk mewujudkan cita-citanya. Ditambah lagi dengan adanya fasilitas beasiswa yang diberikan untuk menghadapi masalah utama terkait akses memperoleh pendidikan secara umum.

Selain itu, dirinya juga menunjukkan bahwa banyak kaum perempuan dapat menjadi pemimpin dibidang Pendidikan Tinggi, diantaranya Rektor dari UNHAS, ITB, UNPAD, dan lainnya. Nizam katakan untuk memperoleh prestasi yang baik juga diperlukan literasi bagi kaum perempuan.

“Dampak positif literasi adalah dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial, serta mengurangi pelecehan seksual dan perkawinan dini. Selain itu, pendidikan karakter siswa juga diperlukan dengan nilai pancasila sebagai landasan dan inspirasi. Hal ini diwujudkan dengan pembelajaran yang lebih bermakna, seperti melakukan pengenalan, pembiasaan, pemberdayaan dan pembudayaan serta kurikulum dan buku. Selain itu, ekosistem dan budaya sekolah yang sehat. Kemudian, guru sebagai panutan yang dikuatkan dari kompetensi guru, pembinaan, dan pendampingan,” jelas Nizam.

Baca Juga :  Ditjen Diktiristek Raih Penghargaan Gold Winner di SPS Awards 2024

Dorongan dari lingkungan keluarga dan masyarakat juga penting dalam memperkuat nilai pancasila dan budi pekerti. Nilai-nilai dasar tersebut ialah religiusitas, integritas, kebangsaan, kemandirian dan kerjasama, urai Nizam.

Acara ini juga diikuti oleh lima narasumber yang sangat inspiratif dalam memberikan cara pandang mengenai pemberdayaan perempuan dan terdapat pesan-pesan yang memotivasi kaum perempuan untuk maju. “Teruslah mempunyai mimpi yang besar, tak apa dimulai dari hal yang kecil asal tetap konsisten,” ujar Tissa Aulia sebagai salah satu narasumber dalam webinar tersebut.
(YH/MSL/DZI/FH/DH/NH)

Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan