close

Unik, Dr Hermanu Triwidodo Libatkan Anak SD untuk Kendalikan Hama Penggerek Batang Padi

Dr Hermanu Triwidodo, Dosen IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman sekaligus Kepala Unit Tani Center menyebutkan bahwa pengetahuan petani akan hama sundep atau beluk pada batang padi sangat penting. Khususnya ketika petani panik menghadapi penggerek padi. Sebagian besar petani akan menggunakan pestisida secara serabutan sehingga berpotensi mengundang wereng.

Kedua, ketika musim kemarau yang berkepanjangan hingga September nanti, akan muncul penggerek batang padi yang bersifat lebih ganas di daerah Pantura.

“Dari pengalaman saya, banyak sekali petani yang menggunakan pestisida yang saya nilai kurang efektif. Padahal kita bisa memanfaatkan parasitoid telur seperti Trichogarma. Berdasarkan pengalaman kami, kesuksesan pengendalian akan terjamin jika dimulai sejak awal persemaian dengan memfokuskan pada tempat peletakan telurnya,” ungkapnya dalam webinar “Pengelolaan Penggerek Batang Padi Berbasis Feromon” yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI), (09/04).

Menurutnya, spesies penggerek batang padi terbanyak di Indonesia di antaranya penggerek padi kuning, putih, bergaris, dan hitam. Berdasarkan bioekologinya, kondisi optimal peletakan telurnya berada pada suhu 24-29 celsius dan kelembaban 90-100 persen. Kelompok telur banyak ditemukan di bawah permukaan daun di dekat ujung. Adapun telur tersebut mudah rusak bila terpapar suhu di atas 34 celsius dan kelembabannya rendah.

Baca Juga :  Unsyiah Kukuhkan Dua Profesor Baru

Faktor utama lain yang mempengaruhi mortalitas telur adalah cuaca ekstrem dan musuh alami.
Rata-rata siklus hidup pada satu generasi yakni sekitar 40 hari dan kecepatan tumbuh populasinya per generasi hingga 3-8 kali. Pupanya biasa ditemukan di dua ruas terbawah padi. “Oleh karenanya dengan sistem panen saat ini banyak yang tidak termatikan,” imbuhnya.

Ia menyebutkan pengendalian yang paling efektif yakni dengan pengumpulan kelompok telur yang berada di bagian bawah padi. Dengan melakukan pengendalian di awal, potensi pertumbuhan populasi kelompok telur yang melonjak dapat ditekan.

Upaya tersebut penting untuk diterapkan karena potensi keberhasilan merusak malainya bisa mencapai 20 persen. Dengan kepadatan padi 0,01 per meter persegi, potensi panen yang hilang sekitar enam kilogram.

Baca Juga :  ITS Sukses Raih 2 Emas dan 1 Perunggu di Ajang Kompetisi I2ASPO

Penggunaan feromon sendiri bukan dimaksudkan sebagai pengendali utama, namun bertujuan untuk memudahkan pengumpulan kelompok telur. Salah satu kunci lain dalam pengendalian yang sukses yakni dengan persatuan antar petani.

Ia bersama timnya berusaha meyakinkan pemerintah di Klaten, Jawa Tengah bahwa upaya gerakan bersama anak-anak sekolah dasar (SD) dengan menggunakan dana pengadaan, dapat mempermudah pengendalian penggerek batang padi.

“Dengan dana sekitar 150 juta rupiah, setiap satu kelompok telur dihargai 500 rupiah. Dana ini dapat mengumpulkan kelompok telur hingga 300 ribu kelompok. Dari jumlah kelompok telur tersebut, dapat menyelamatkan nilai panen yang setara dengan 2.250 ton dan bernilai lebih dari 9 milyar rupiah,” jelasnya. (MW/Zul)