10 Mahasiswa FTEIC ITS Ikuti Sakura Science Program di NAIST Jepang
Profesor Yoshinobu Sato PhD (tengah) bersama 10 mahasiswa FTEIC ITS saat kelas perkuliahan Sakura Science Program
Kampus ITS, ITS News — Sebanyak 10 mahasiswa Fakultas Teknologi Elektro dan Informatika Cerdas (FTEIC) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengikuti Sakura Science Program yang digagas oleh Pemerintah Jepang. Selama 10 hari, mereka berkesempatan untuk mendalami pengetahuan dan budaya Jepang di Nara Institute of Science and Technology (NAIST).
Guru besar (Gubes) FTEIC ITS, Prof Dr Ir Mauridhi Hery Purnomo MEng berhasil menjalin kemitraan yang signifikan dengan Profesor Yoshinobu Sato PhD dari Divisi Information Science NAIST. Kolaborasi ini membawa ITS untuk berbagi pengetahuan, dengan harapan dapat mengaplikasikan pengalaman saat kembali ke tanah air, serta menjalankan proyek-proyek yang bermanfaat bagi masyarakat.
Tahun ini, program khusus mahasiswa magister dan doktoral ini mengambil peran penting dalam mengusung tema Practice on Medical Image-based Healthcare AI Development Towards Super-aging Society. Dalam program ini, Hery, sapaan akrabnya, menuturkan bahwa mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan di bidang Imaging-based Computational Biomedicine (ICB).
Program yang mendapatkan dukungan dalam bentuk fully funded accommodation dari pemerintah Jepang ini juga menjadi kekuatan dalam mempersiapkan solusi kesehatan inovatif. Dengan fokus pada tantangan yang semakin mendesak, program ini ditujukan untuk menciptakan solusi menghadapi perubahan demografis yang signifikan.
Berbagi pengalaman selama kunjungan ke Negeri Samurai, Dion Setiawan, salah satu dari sepuluh mahasiswa beruntung yang terpilih sebagai penerima pendanaan Sakura Science Program. Mereka ditantang untuk merancang citra medis dan komputasi fisik yang terbagi dalam empat tim untuk menginisiasi perancangan sistem komputer berbasis Artificial Intelligence (AI).
Oleh karena itu, Dion menggarisbawahi pentingnya memiliki pemahaman yang kuat tentang program-program studi luar negeri yang ditawarkan oleh institusi, khususnya ITS. “Tiap universitas pasti mendorong sesama mahasiswa untuk aktif mencari informasi tentang peluang tersebut dan untuk berani mencoba. Lebih baik mencoba daripada kalah sebelum perang,” tambah mahasiswa Departemen Teknik Elektro ITS ini.
Hery berharap, kegiatan ini bisa menjadi sebuah bab buku yang akan mencerminkan pengalaman budaya yang mahasiswa dapatkan dan pengetahuan teknologi yang mereka kumpulkan. Dengan harapan lebih lanjut, bab buku tersebut dapat menjadi panduan berharga bagi program serupa di tahun-tahun mendatang.
“Lewat Sakura Science Program, mahasiswa ITS akan menjadi agen perubahan yang membawa manfaat positif bagi kedua negara,” pungkas Alumnus Osaka City University tersebut. (HUMAS ITS)