Transformasi Pendidikan Tinggi dan Akselerasi Inovasi Perguruan Tinggi di Masa Pandemi

Jakarta – Di masa pandemi, begitu banyak transformasi yang terjadi di bidang pendidikan tinggi. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, mengatakan bahwa sebenarnya jauh sebelum pandemi, pendidikan tinggi telah melakukan metode pembelajaran daring atau pembelajaran campuran daring dan luring (blended learning), walau masih beberapa perguruan tinggi yang melaksanakannya.

“Dengan adanya pandemi ini, secara tiba-tiba, lebih dari 4.000 institusi pendidikan tinggi di Indonesia berpindah ke metode pembelajaran daring. Tercatat pula lebih dari 7 juta mahasiswa dan 300.000 dosen saat ini sudah mengadakan kelas daring,” ungkap Nizam dalam Seminar Internasional bertajuk “The Future of Indonesia Higher Education throughout Covid-19 and Beyond”, Selasa (20/10).

Nizam mengatakan saat ini bisa terlihat banyak sekali webinar atau seminar yang diadakan secara virtual. Hal ini berarti edukasi dan aktivitas akademik tidak terhenti di tengah-tengah situasi pandemi. Tapi tentu saja metode pembelajaran daring merupakan tantangan bagi beberapa generasi yang tidak akrab dengan dunia digital, sedangkan bagi mahasiswa, metode ini adalah dunianya.

Di sisi lain, terjadinya pandemi telah mengakselerasi perkembangan teknologi dan inovasi, khususnya di bidang kesehatan. Inovasi dari berbagai perguruan tinggi pun jauh lebih meningkat selama pandemi, misalnya robot pintar yang diciptakan untuk membantu tenaga medis dalam memberikan perawatan terhadap pasien Covid-19. Sejumlah perguruan tinggi juga telah mengembangkan ataupun menciptakan alat medis dan obat-obatan dengan status alat tersebut sudah pada tahap produksi. Menurut Nizam, situasi pandemi seperti ini juga mempersiapkan mahasiswa Indonesia menjadi pembelajar mandiri sesuai dengan kompetensi yang paling penting dan dibutuhkan di abad ke-21.

Baca Juga :  Fenix Animal Care, Aplikasi Besutan Mahasiswa UNAIR untuk Pelayanan Kesehatan Hewan

“Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi juga mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk melakukan riset dalam upaya menangani Covid-19. Enam bulan terakhir ini, lebih dari 1.000 inovasi datang dari berbagai perguruan tinggi dan banyak darinya telah berada pada tahap produksi. Misalnya ventilator, sudah lebih dari 10 prototipe dibuat oleh perguruan tinggi dan sudah dipakai di banyak rumah sakit,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Aris Junaidi menyampaikan tantangan yang dihadapi pendidikan tinggi pada era Revolusi Industri 4.0, Society 5.0, dan pandemi Covid-19 adalah dalam menjalankan kampus mandiri dan belajar mandiri. Terdapat 4 poin terkait kebijakan baru tersebut, yakni pembukaan program studi baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN-BH), dan pemberian hak kepada mahasiswa untuk belajar 3 semester di luar dari program studi yang diambil.

“Selain tantangan tersebut, ada tantangan lain yaitu 21st century skills for students yang mana kita harus menyiapkan berbagai macam keterampilan untuk para mahasiswa. Jadi para sarjana di masa depan akan bersaing dengan baik secara global,” ucapnya.

Aris menambahkan, Ditjen Dikti menciptakan sistem pembelajaran baru selama pembelajaran dari rumah berlangsung yaitu Sistem Pembelajaran Daring Indonesia (SPADA) dimana mahasiswa dan dosen dapat mengaksesnya. SPADA memberikan peluang bagi mahasiswa dari satu perguruan tinggi tertentu untuk dapat mengikuti suatu mata kuliah dari perguruan tinggi lain dan hasil belajarnya diakui oleh perguruan tinggi dimana mahasiswa tersebut terdaftar. Dalam hal ini, SPADA telah memiliki 179 provider, 210 partner, 23.093 mahasiswa, dan lebih dari 252 content sharing.

Baca Juga :  Tim Atmos UGM Raih Juara 1 pada Paper Competition Petroforia 2021

Sementara program kemahasiswaan pada masa kebijakan baru ini meliputi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang mencakup riset, kewirausahaan, dan pengabdian kepada masyarakat. Selanjutnya terdapat program kewirausahaan, Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan Program Pertukaran Mahasiswa Nusantara (Permata).

Sementara itu, Thomas selaku Director DAAD Regional Office Jakarta menyampaikan seminar ini membahas topik yang serius yaitu quality insurance international and teaching karena dalam masa pandemi seperti ini kesehatan sosial, krisis ekonomi akan terus berlangsung dalam jangka waktu lama. Namun, meski dalam masa pandemi seperti ini, proses mengajar harus terus berlangsung dan bisa dimaksimalkan dengan metode daring, berdiskusi dengan para murid serta ilmuwan menggunakan webinar, pertukaran pelajar, dan beasiswa.

Thomas juga menjelaskan bahwa Indonesia dengan Jerman sangat berbeda. Indonesia mempunyai beribu-ribu kepulauan sehingga akan sulit mengedukasi dengan situasi sekarang, dan ada tantangan jangka panjang yang serius untuk diselesaikan. Oleh karenanya, Indonesia dan Jerman berkomitmen untuk bekerja sama membangun sumber daya manusia yang unggul. Ia pun berharap bahwa pendidikan tinggi Indonesia di masa depan akan terus berkembang.
(YH/DZI/FH/DH/NH/MFS/VAL/YJ/ITR)

Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan